De Javasche Bank
2 Juli 1951. Hari ini, 56 tahun silam, dibentuk “Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank NV”. Panitia ini diberi tugas dan kewenangan untuk menasionalisasi De Javasche Bank serta merencanakan status dan bentuk yang baru bagi bank sentral Indonesia.
“Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank NV” yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 118 tanggal 2 Juli 1951 ini diketuai oleh Mohamad Sediono. Ketua Panitia dibantu oleh empat orang anggota yaitu Mr. Soetikno Slamet, Dr. R.M. Soemitro Djojohadikoesoemo, T.R.B Sabarudin, serta Drs. Khouw Bian Tie.
Nasionalisasi ini diambil setelah pemerintah Indonesia menilai Belanda mengingkari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) tentang Irian Barat. Salah satu klausul KMB adalah penetapan De Javasche Bank sebagai bank sentral di Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Klausul ini secara otomatis menghapus status Bank Negara Indonesia yang sejak 1946 bertugas sebagai bank sentral Republik Indonesia.
Nasionalisasi De Javasche Bank juga bisa disebut sebagai implikasi dari bubarnya RIS dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1 Agustus 1950. Perubahan tersebut membuat Belanda mengulur-ulur pembicaraan mengenai penyelesaian sengketa Irian Barat.
Dari sinilah wacana nasionalisasi De Javasche Bank bermula. Pada 30 April 1951, Menteri Keuangan RI, Mr. Jusuf Wibisono, mengumumkan niat pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi De Javasche Bank menjadi bank sirkulasi. Pernyataan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pihak De Javasche Bank ini menyebabkan Presiden De Javasche Bank, Dr A. Houwink, memutuskan untuk mengundurkan diri.
Begitu terbentuk “Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank NV”, langkah-langkah taktis nasionalisasi segera diambil. Langkah pertama yang diambil oleh panitia nasionalisasi adalah membeli saham kepemilikan DJB dengan kurs 120% dalam valuta uang Belanda atau valuta lain sesuai tempat tinggal pemilik saham dengan kurs sebanding, dan kurs 360% untuk pemilik saham berkewarganegaraan Indonesia (dalam rupiah). Total harga nominal saham dan sertifikat yang dibeli pemerintah untuk menasionalisasi De Javasche Bank sebesar 8,95 Juta Gulden
Setelah tahap pertama nasionalisasi berhasil dilakukan, pemerintah ternyata berhasil mengambil alih 99,4 persen saham De Javasche Bank. Sementara sisanya dianggap hilang karena saat pembelian saham dilakukan 0,6 persen sisa saham ternyata tidak jelas kepemiliknyaannya. Itu artinya, De Javasche Bank sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
Setelah beres semuanya, pada 15 Desember 1951, pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa De Javasche Bank telah menjadi milik pemerintah Indonesia. De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi inilah yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia yang kita kenal sekarang sebagai bank sentral.
Perjalanan sejarah Bank Indonesia sebagai bank sentral dimulai pada 1 Juli 1952. Pada tanggal itulah UU Pokok Bank Indonesia atau UU No 11 Tahun 1953 dilansir. Beleid pokok itu disusun oleh panitia yang dibentuk untuk menasionalisasi De Javasche Bank. hampir delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Rancangan UU itu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 10 April 1953.
UU Pokok Bank Indonesia secara eksplisit menyebutkan perbedaan mendasar antara Bank Indonesia dengan De Javasche Bank. Jika badan hukum De Javasche Bank berbentuk Naamlooze Vennootschap (NV), maka bentuk badan hukum Bank Indonesia adalah berdasarkan Undang-undang.
Unsur kepemimpinannya pun berbeda. Jika De Javasche Bank terdiri atas direksi, penasehat, komisaris pemerintah, dan dewan komisaris, maka unsur pimpinan Bank Indonesia adalah dewan moneter, direksi, dan dewan penasehat. Selain itu, jika direksi De Javasche Bank terdiri atas presiden, wakil presiden I dan II, direktur, serta direktur I dan II, maka direksi Bank Indonesia terdiri atas gubernur dan beberapa anggota direksi.
No comments:
Post a Comment