Pasukan Perdamaian
3 Desembr 1973. Hari ini, 34 tahun silam, Indonesia mengirim pasukan perdamaian ke wilayah Gurun Sinai di Timur Tengah. Di bawah bendera Kontingen Garuda VI, pasukan Indonesia akan menjaga daerah penyangga yang memisahkan daerah-daerah yang dikuasai Mesir dan daerah yang dikuasai Israel.
Kontingen Garuda VI berkekuatan 600 orang, di bawah pimpinan Kolonel Rudini (Menteri Dalam Negeri di era Orde Baru) sebagai komandan kontingen dan Mayor Basofi Sudirman (Gubernur Jawa Timur di tahun 1990-an) sebagai wakil komandan. Kontiengan ini diambil dari pasukan Lintas Udara KOSTRAD, yang bermarkas di Malang, Jawa Timur.
Untuk misi di tempat yang sama, Kontingen Garuda mengalami dua kali pergantian. Pada 1974, dikirim kontingen Garuda VII yang dipimpin Kolonel Sudirman dan pada 1975 dikirim kontingen Garuda VIII di bawah pimpinan Kolonel Gunawan Wibisono.
Riwayat keterlibatan tentara Indonesia dalam misi perdamaian dunia dimulai pada 8 Januari 1957. Ketika itu, Indonesia mengirim Kontingen Garuda I ke Mesir. Pasukan perdamaian yang berkekuatan 559 pasukan itu kemudian dipecah ke dua tempat berbeda, sebagian ke daerah Abu Suweir dan sebagian ke daerah Al Sandhira.
Sejak itu, Indonesia sangat sering mengirimkan tentaranya sebagai bagian dari pasukan perdamaian yang berada di bawah komando PBB. Indonesia paling banyak mengirim pasukan perdamaian ke daerah Timur Tengah, yaitu sebanyak 19 kali, termasuk pasukan perdamaian ke Lebanon pada 2006 ini. Indonesia juga pernah mengirim pasukan perdamaian ke wilayah Afrika yaitu ke Kongo, Siera Leone, Namibia, Somalia, Mozambik, dan Liberia. Pasukan perdamaian Indonesia juga pernah dikirim ke Vietnam, Kamboja, Filipina, Bosnia Herzegovina dan Tajikistan. Total, Indonesia sudah mengirim pasukan perdamaian sebanyak 23 kali.
Selama bertugas, pasukan perdamaian Indonesia terlibat dalam sejumlah kegiatan. Dari mulai menangani pelucutan senjata, menjinakkan ranjau, misi kesehatan, rekonstruksi bangunan yang rusak, hingga mengawal distribusi bantuan logistik dan obat-obatan yang masuk ke wilayah konflik.
Pengiriman pasukan perdamaian oleh Indonesia merupakan pengejawantahan dari visi filantropik yang dikandung konstitusi Indonesia. Preambule UUD 1945 dengan cara yang eksplisit menyebutkan bahwa bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi perdamaian dunia.
Di level yang lain, pengiriman pasukan perdamaian juga bisa dibaca sebagai penerjemahan konkrit dari doktrin politik luar negeri bebas aktif. Pemerintah Indonesia bisa secara merdeka menyatakan pendapat ihwal sebuah konflik yang sedang berlangsung, seperti pernyataan pemerintah yang mengecam agresi Israel ke Lebanon. Tapi, Indonesia baru terlibat secara konkrit dengan mengirimkan pasukan perdamaian setelah Perserikatan Bangsa-bangsa memintanya.
Bagi tentara sendiri, pengiriman pasukan perdamaian mencerminkan betapa tentara yang identik dengan kekerasan dan senjata ternyata juga punya caranya tersendiri dalam menerjemahkan visi filantrofik. Keterlibatan tentara dalam penanganan tanggap darurat bencana yang dilakukan tak lama begitu bencana terjadi, seperti yang bisa kita lihat dalam penanganan bencana akhir-akhir ini, juga menunjukkan dengan amat baiknya kreativitas tentara dalam menerjemahkan visi filantropik itu.
No comments:
Post a Comment